A.
Morfologi Cumi-cumi
Menurut
Nontji (2002), cumi-cumi memiliki tubuh langsing, kerangkanya tipis, bening dan
terdapat dalam tubuhnya. Cumi-cumi berenang menggunakan sistem propulsi jet
yakni menyemburkan air lewat organ berupa corong. Kelas Cephalopoda umumnya
tidak mempunyai cangkang luar, pada cumi-cumi cangkang terletak di dalam rongga
mantel yang berwarna putih transparan. Tubuh cumi-cumi tertutup oleh mantel
tebal yang diselubungi oleh selaput tipis berlendir, pada bagian bawah mantel
terdapat lubang seperti corong yang berguna untuk mengeluarkan air dari ruang
mantel (Barnes, 1974 dalam Nurcaya, 2004).
(Wajuanna, 2011)
Cumi-cumi L.chinensis memiliki mantel memanjang, ramping, berujung tumpul,
sirip berbentuk belah ketupat, panjang lebih dari 60% dari panjang mantel pada
cumi-cumi dewasa. Panjang mantel maksimum 400 mm tapi secara umum panjang
mantelnya 200 mm (Carpenter dan Niem, 1998 dalam
Khairiyah 2007).
B. Habitat dan Penyebaran
Cumi-cumi
ditemukan pada daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m.
Cumi-cumi digolongkan sebagai organisme pelagik, tetapi kadang-kadang
digolongkan sebagai organisme demersal karena sering terdapat di dasar
perairan. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan
berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan malam
harinya. Umumnya cumi-cumi tertarik pada cahaya (fototaksis positif) sehingga
sering ditangkap dengan bantuan cahaya (Bernes, 1997).
Gambar 2. Daerah penyebaran L.
chinensis (Jereb and Roper, 2006).
Daerah
penyebaran L.chinensis yaitu Pasifik Barat, Jepang, Laut Cina Selatan,
Hong Kong, Pilipina, Indonesia, perairan Australia bagian Barat, Timur dan
Utara serta Thailand (Jereb dan Roper, 2006). Kawabata et al. (2006)
mendapatkan distribusi spasial pada cumi-cumi Todares pacificus di Laut
Pasifik, dimana cumi-cumi yang berukuran panjang mantel 1 – 20 cm berada di
perairan pantai, kurang dari 20 cm berada di lapisan permukaan dengan suhu
permukaan laut >150C, mengingat pada ukuran tersebut cumi-cumi
mempunyai toleransi yang kecil terhadap suhu dan kemampuan renangnya masih
terbatas. T. pacificus yang
mempunyai ukuran panjang mantel 10 – 15 cm melakukan distribusi ke laut lepas
dengan suhu permukaan laut 10 – 150C dan melakukan migrasi vertikal,
dimana pada malam hari berada di permukaan laut dan siang harinya menuju ke
lapisan dasar perairan.
Famili
loliginidae umumnya berada di daerah tropis dan daerah subtropik di seluruh
dunia, namun jenis loligo bleekeri berada pada perairan dingin. Roel et
al. (2006) mendapatkan jenis cumi-cumi yang tertangkap di perairan Inggris
dengan menggunakan trawl adalah jenis Loligo forbesi dengan ukuran yang
terbesar adalah 52 cm dan terkecil < 50 mm, sebanyak 80% dari total hasil
tangkapan adalah matang kelamin.
Kidokoro dan Sakurai (2008) di
China bagian timur mendapatkan daerah pemijahan Todarodes pacificus di
sekitar continental shelf. Ukuran rata-rata panjang mantel yang tertangkap
adalah 220 – 250 mm pada
jantan dan 240 – 270 mm pada betina. Terdapat hubungan antara suhu dan
perkembangan gonad, dimana gonad betina berkembang pada suhu diatas 150C.
Perkembangan Loligo
pealeii pada tahap telur berada pada kedalaman < 50 m dengan suhu
perairan 10 – 230C. Tahap
larva pada ukuran panjang mantel 1,4 mm – 15 mm, biasanya ditemukan di
daerah pantai dengan suhu 10 – 260C. Tahap juvenile panjang mantel
15 mm – 8 cm, ditemukan pada daerah continental shelf dengan kedalaman 50 m –
100 m dan suhu 10 – 260C. Tahap dewasa dengan ukuran maksimum
panjang mantel adalah 50 cm, melakukan migrasi pada malam hari menuju ke bagian
permukaan dan ditemukan pada suhu 9 – 210C (NOAA, 2005).
Cumi-cumi
di Indonesia terdapat hampir di semua perairan, misalnya perairan Pantai Barat
Sumatera (Aceh dan Sumatera Utara), Selat Jawa (Jawa Barat dan Jawa Tengah),
Bali, NTB, NTT, Selatan dan Barat Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, sebelah Utara Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (Pratiwi dan Wardhana,
1996 dalam Nurcaya, 2004).
Daftar Pustaka
Nurcahaya. 2004.
Dinamika Populasi Cumi-cumi (Loligo sp LESSON,
1830) di Perairan Gondong Bali, Kecamatan Liukang Tupabiring, Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan. Skripsi. Makassar. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
NOAA Technical
Memorandum NMFS-NE. 2005. Longfin Inshore Squid, Loligo pealeii, Life
History and Habitat Characteristics. (Online), (Larry. Jacobson@noaa.gov, diakses 1 Januari 2011).
Nontji, A. 2002.
Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Jereb, F. and Roper, C. F. E. 2006. Cephalopods of the Indian Ocean. A review. Part I. Inshore
Squids (Loliginidae) collected during the International Indian Ocean
Expedition. J. Fish. 119(1):91–136.
Kawabata, A., Yatsu, A., Ueno,
Y., Suyama, S. and Kurita, Y. 2006. Spatial
distribution of the Japanese Common Squid, Todarodes pacificus, During its
Northward Migration in the Western North Pacific Ocean. Fish. Oceanografi.
15:2, 113–124.
Kidokoro,H. and Sakurai,Y. 2008. Effect of Water Temperature on
Gonadal Development and Emaciation of Japanese Common Squid Todarodes
pacificus (Ommastrephidae). Fisheries Science . 74:
553–561.
Roper, C. E. F.,
M.J Sweeney and Nauen. 1984. Cephalopods of The Word. An Annotated and
Illustrated Catalogue of Interest to Fisheries. FAO Fisheries Synopsis. Volume
3.