Senin, 07 Desember 2015

Daerah Penyebaran Cumi-cumi



A.    Morfologi Cumi-cumi
Menurut Nontji (2002), cumi-cumi memiliki tubuh langsing, kerangkanya tipis, bening dan terdapat dalam tubuhnya. Cumi-cumi berenang menggunakan sistem propulsi jet yakni menyemburkan air lewat organ berupa corong. Kelas Cephalopoda umumnya tidak mempunyai cangkang luar, pada cumi-cumi cangkang terletak di dalam rongga mantel yang berwarna putih transparan. Tubuh cumi-cumi tertutup oleh mantel tebal yang diselubungi oleh selaput tipis berlendir, pada bagian bawah mantel terdapat lubang seperti corong yang berguna untuk mengeluarkan air dari ruang mantel (Barnes, 1974 dalam Nurcaya, 2004). 


                                 Gambar 1. Organ dalam cumi-cumi (A) Betina; (B) Jantan
                                                  (Wajuanna, 2011)

 Cumi-cumi L.chinensis memiliki mantel memanjang, ramping, berujung tumpul, sirip berbentuk belah ketupat, panjang lebih dari 60% dari panjang mantel pada cumi-cumi dewasa. Panjang mantel maksimum 400 mm tapi secara umum panjang mantelnya 200 mm (Carpenter dan Niem, 1998 dalam Khairiyah 2007).

B.     Habitat dan Penyebaran
Cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m. Cumi-cumi digolongkan sebagai organisme pelagik, tetapi kadang-kadang digolongkan sebagai organisme demersal karena sering terdapat di dasar perairan. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan malam harinya. Umumnya cumi-cumi tertarik pada cahaya (fototaksis positif) sehingga sering ditangkap dengan bantuan cahaya (Bernes, 1997).

 Gambar 2. Daerah penyebaran L. chinensis (Jereb and Roper, 2006).

Daerah penyebaran L.chinensis yaitu Pasifik Barat, Jepang, Laut Cina Selatan, Hong Kong, Pilipina, Indonesia, perairan Australia bagian Barat, Timur dan Utara serta Thailand (Jereb dan Roper, 2006). Kawabata et al. (2006) mendapatkan distribusi spasial pada cumi-cumi Todares pacificus di Laut Pasifik, dimana cumi-cumi yang berukuran panjang mantel 1 – 20 cm berada di perairan pantai, kurang dari 20 cm berada di lapisan permukaan dengan suhu permukaan laut >150C, mengingat pada ukuran tersebut cumi-cumi mempunyai toleransi yang kecil terhadap suhu dan kemampuan renangnya masih terbatas.  T. pacificus yang mempunyai ukuran panjang mantel 10 – 15 cm melakukan distribusi ke laut lepas dengan suhu permukaan laut 10 – 150C dan melakukan migrasi vertikal, dimana pada malam hari berada di permukaan laut dan siang harinya menuju ke lapisan dasar perairan.
Famili loliginidae umumnya berada di daerah tropis dan daerah subtropik di seluruh dunia, namun jenis loligo bleekeri berada pada perairan dingin. Roel et al. (2006) mendapatkan jenis cumi-cumi yang tertangkap di perairan Inggris dengan menggunakan trawl adalah jenis Loligo forbesi dengan ukuran yang terbesar adalah 52 cm dan terkecil < 50 mm, sebanyak 80% dari total hasil tangkapan adalah matang kelamin.
Kidokoro dan Sakurai (2008) di China bagian timur mendapatkan daerah pemijahan Todarodes pacificus di sekitar continental shelf. Ukuran rata-rata panjang mantel yang tertangkap adalah 220 – 250 mm pada jantan dan 240 – 270 mm pada betina. Terdapat hubungan antara suhu dan perkembangan gonad, dimana gonad betina berkembang pada suhu diatas 150C. 
Perkembangan Loligo pealeii pada tahap telur berada pada kedalaman < 50 m dengan suhu perairan 10 – 230C. Tahap  larva pada ukuran panjang mantel 1,4 mm – 15 mm, biasanya ditemukan di daerah pantai dengan suhu 10 – 260C. Tahap juvenile panjang mantel 15 mm – 8 cm, ditemukan pada daerah continental shelf dengan kedalaman 50 m – 100 m dan suhu 10 – 260C. Tahap dewasa dengan ukuran maksimum panjang mantel adalah 50 cm, melakukan migrasi pada malam hari menuju ke bagian permukaan dan ditemukan pada suhu 9 – 210C (NOAA, 2005).
Cumi-cumi di Indonesia terdapat hampir di semua perairan, misalnya perairan Pantai Barat Sumatera (Aceh dan Sumatera Utara), Selat Jawa (Jawa Barat dan Jawa Tengah), Bali, NTB, NTT, Selatan dan Barat Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, sebelah Utara Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (Pratiwi dan Wardhana, 1996 dalam Nurcaya, 2004).

Daftar Pustaka
Nurcahaya. 2004. Dinamika Populasi Cumi-cumi (Loligo sp LESSON, 1830) di Perairan Gondong Bali, Kecamatan Liukang Tupabiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Skripsi. Makassar. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.  Universitas Hasanuddin.

NOAA Technical Memorandum NMFS-NE. 2005. Longfin Inshore Squid, Loligo pealeii, Life History and Habitat Characteristics. (Online), (Larry. Jacobson@noaa.gov, diakses 1 Januari 2011).
Nontji, A.  2002.  Laut Nusantara.  Djambatan.  Jakarta.


Jereb, F. and Roper, C. F. E. 2006. Cephalopods of the Indian Ocean. A review. Part I. Inshore Squids (Loliginidae) collected during the International Indian Ocean Expedition. J. Fish. 119(1):91–136.

Kawabata, A., Yatsu, A., Ueno, Y., Suyama, S. and Kurita, Y. 2006. Spatial distribution of the Japanese Common Squid, Todarodes pacificus, During its Northward Migration in the Western North Pacific Ocean. Fish. Oceanografi. 15:2, 113–124.

Kidokoro,H. and Sakurai,Y. 2008. Effect of Water Temperature on Gonadal Development and Emaciation of Japanese Common Squid Todarodes pacificus (Ommastrephidae). Fisheries Science . 74: 553–561.

Roper, C. E. F., M.J Sweeney and Nauen. 1984. Cephalopods of The Word. An Annotated and Illustrated Catalogue of Interest to Fisheries. FAO Fisheries Synopsis. Volume 3.