Mortalitas
dan Laju Eksploitasi
Pendugaan laju mortalitas merupakan hal yang penting
dalam menganalisa dinamika populasi ikan, laju mortalitas dapat memberikan
gambaran mengenai besarnya stok yang dapat dieksploitasi terhadap suatu
populasi.
Berdasarkan nilai parameter
pertumbuhan yang diperoleh maka hasil perhitungan (Lampiran 11, 12 dan 13) di
dapatkan nilai laju mortalitas total (Z), laju mortalitas alami (M), laju
mortalitas penangkapan (F) dan laju eksploitasi (E) masing-masing sampel
kepiting rajungan yang di analisa seperti pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Nilai Dugaan Mortalitas (Z, M, F) dan laju Eksploitasi Kepiting
Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Galesong Selatan Kabupaten
Takalar
Kategori
Sampel
|
Mortalitas
Total (Z)
(per waktu relatif)
|
Mortalitas
Alami (M)
(per waktu relatif)
|
Mortalitas
Penangkapan (F)
(per waktu relatif)
|
Laju
Eksploitasi
(E)
|
Jantan
|
1,80
|
0,34
|
1,47
|
0,81
|
Betina
|
1,71
|
0,35
|
1,36
|
0,79
|
Gabungan
|
1,64
|
0,36
|
1,27
|
0,78
|
Dari Tabel 3 terlihat bahwa
mortalitas penangkapan (F) kepiting rajungan jantan, betina dan gabungan lebih
besar dari mortalitas alami (M). Hal ini menunjukkan bahwa kematian kepiting
rajungan di perairan Galesong Selatan Kabupaten Takalar umumnya disebabkan
karena faktor tingginya frekuensi penangkapan terhadap kepiting tersebut.
Besarnya
kematian karena faktor disebabkan banyaknya kapal-kapal atau usaha yang
bergerak di bidang penangkapan terutama yang menggunakan alat tangkap dasar,
kurangnya pengawasan terhadap ukuran mata jaring, tidak adanya pembatasan
daerah operasional dan kurangnya sosialisasi
dari pihak atau instansi terkait kepada pihak nelayan untuk memberi
pemahaman dan melaksanakan tentang pentingnya kelestarian sumberdaya ikan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Nessa (1986) bahwa, jika penangkapan dilakukan
secara terus menerus untuk memenuhi permintaan konsumen tanpa adanya suatu
usaha pengaturan, maka sumberdaya ikan dalam kurung waktu tertentu dapat
mengalami kelebihan tangkapan dan berakibat terganggunya kelestarian
sumberdaya.
Junaedi
(2000) melakukan penelitian di Pulau Salemo Kabupaten Pangkep mendapatkan nilai
mortalitas 1,142 per tahun untuk jantan dan 1,2980 per tahun untuk betina,
mortalitas alami 0,707 per tahun untuk jantan dan 0,768 per tahun untuk betina,
mortalitas penangkapan 0,435 per tahun untuk jantan dan 0,530 per tahun untuk
betina. Selanjutnya Anita (2006) di Pulau Battoa mendapatkan nilai mortalitas
total 0,9920 per tahun untuk jantan dan 1,3960 untuk per tahun untuk betina,
mortalitas alami 0,4628 per tahun untuk jantan dan 0,5075 per tahun untuk
betina, mortalitas penangkapan 0,5292 per tahun untuk jantan dan 0,8885 per
tahun untuk betina. Nilai mortalitas yang berbeda dari beberapa penelitian di atas
dengan yang ada di perairan Galesong Selatan Kabupaten Takalar di duga karena
kondisi perairan yang tidak sama sehingga penyebab kematian alami akan berbeda,
dan jumlah atau intensitas penangkapan di masing-masing daerah yang berbeda
pula. Laju eksploitasi menunjukkan besarnya tingkat pengusahaan suatu stok
perikanan. Laju eksploitasi (E) kepiting rajungan (Portunus pelagicus)
yang diperoleh sebesar 0,81 per waktu relatif untuk jantan, 0,79 per waktu
relatif untuk betina, 0,78 per waktu relatif untuk gabungan (jantan betina).
Ini berarti bahwa kepiting rajungan di perairan Galesong Selatan Kabupaten
Takalar memiliki laju eksploitasi
tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar